Search something?

Rabu, 11 Februari 2015

Tertawalah Hoyi! Itu Bahagiamu

Selamat sore, engkau!


Ku dengar dari ibuku, beberapa petang menjelang Natal engkau menghilang tanpa bilang-bilang. Hingga sekarang, kau tak pernah datang. Ini kali kedua engkau pergi. Mengapakah engkau lari? Ke manakah engkau membawa diri? Adakah paru-parumu berasimilasi? Masihkah nadimu bervibrasi?

Selama engkau pergi, tak ada lagi ramai-ramai tercipta. Semua sunyi. Tak ada nyanyi-nyanyi tengah malam. Tak ada tawa terpingkal-pingkal. Tak ada marah-marah tanpa sebab. Tak ada teriak, 'Dek Mita!'. Teriak yang membuat jantungku bergerak cepat.

Kala kepergianmu yang pertama, orang-orang mengarang informasi bahwa engkau telah mati. Getir sekali! Oh, bukan orang-orang! Tapi ayahmu sendiri yang berujar kalau engkau diperlakukan tak wajar oleh orang-orang di luar sana. Saat akhirnya engkau kembali, aku pun sadar. Banyak berita tak benar yang beredar. Bahkan, itu berasal dari sosok yang begitu hafal denganmu sejak awal. Mungkin memang, dunia ini panggung sandiwara.

Kini, kepergianmu yang kedua. Di manakah engkau berada?


Apapun yang terjadi, engkau ada di hati, meski itu bagian terkecil. Tak peduli, meski orang-orang sering ngeri padamu, engkau selalu boleh pulang. Walau kakimu terpasung dan dadamu tak bisa membusung, tetaplah beriman pada Sang-Gaung-Yang-Tak-Pernah-Murung.

Ingatlah seluruh gita rohani yang senantiasa kau do-re-mi-fa-sol-la-si tiap hari. Itulah kekuatanmu.

Tahukah engkau, setiap insan punya tingkat kegilaan tersendiri. Ada insan yang jelas-jelas tergila-gila pada sesamanya. Ada insan yang nyata-nyata tergila-gila pada uang, jabatan, gelar. Oiya, jangan lupa, banyak yang tergila-gila pada cinta. Lantas, tak bolehkah jika engkau tergila-gila pada tawa?

Kita semua gila, bukan? Namun, pada taraf dan ragam yang berbeda-beda.

Engkau tetangga sebelah rumahku. Namamu Hoyi.
Tertawalah, Mbak Hoyi! Itulah bahagiamu. Walau dunia sulit menerima.


Salam damai,
Dek Mita


Tidak ada komentar: