Search something?

Sabtu, 31 Mei 2014

Surat Kenangan Tiga Belas Tahun Kemudian

Halo, alumni Inggris Gratis!

Saya ingin mengucapkan 'apa kabar?' untuk kalian, untuk kita.

Tak terasa 13 tahun bergulir dengan pesat, sepesat kereta api yang kita tumpangi dari London ke Liverpool. Sesungguhnya 3 jam di dalam kereta api tak dapat dibilang cepat. Hanya saja kita tertidur. Terutama saya, sangat mudah pindah ke alam mimpi. Sayup-sayup saya dengar kalian asyik berceloteh tentang klub bola andalan. Aah saya melewatkan momen itu.

Tapi, saya masih mengenang peristiwa bersejarah yang kita torehkan di tanah Inggris. Saya ingin membaginya melalui surat ini.

Inilah surat yang bertahun-tahun saya simpan. Tiga belas tahun saya menunggu untuk mengirimkannya satu per satu kepada kalian. Surat yang menjadi motivasi tersembunyi tatkala saya berkompetisi menulis Inggris Gratis. Surat tanpa gambar ini menggali lagi hasrat-hasrat terpendam yang belum sempat saya sampaikan sewaktu kita 7 hari di Inggris.

Mari kita mulai membuka lagi kenangan.

Delapan ksatria potato, begitu kita menyebut kita. Demi petualangan di Inggris bersama Mister Potato ini, kita mengganti nama menjadi sangat Inggris. Hanya Alex yang bertahan dengan nama aslinya. Yaa, Alex. Alexander Thian, sang aMrazing.

Wahai ksatria potato veetoz yang tampan, masihkah kalian akrab dipanggil Dave, Jaguar, Smith?
Dan engkau, ksatria potato waavy nan jelita, tetapkah menoleh jika disapa Lizzie, Meg, Tracy?

Hmm...saya? Kalian mengubah nama saya menjadi Claire. Saya senang-senang saja. Tapi saya lebih senang bisa menjadi bagian ksatria potato ini. Ksatria potato veetoz yang keempat anggotanya hobi mengenakan jaket biru donker dan sepatu boots coklat. Ksatria potato waavy, termasuk saya, suka berpose pipi tembem dan memejamkan mata saat di depan kamera.

Pose itu awalnya sengaja saya ciptakan untuk merayakan sukacita karena berkesempatan menyentuh daun-daun yang berguguran di Inggris. Pipi tembem berarti penuhnya kegembiraan yang meluap-luap dari dalam jiwa. Menutup mata, inilah ekspresi terbaik dari rasa syukur. Orang bijak pernah berkata, hal-hal paling indah Sang Maestro, Kahlil Gibran, pernah menulis: '... hal terindah di dunia ini tidak terlihat.'

Kita memang tak melihat Kahlil Gibran di Inggris. Yang kita temui adalah sosok Harry Potter di King's Cross Station. Saat kalian sibuk berburu pernak-pernik, saya justru sibuk mencari-cari sesuatu yang tersembunyi di dinding-dindingnya. Jeprat sana, jepret sini. Tak ingin mengganggu kalian, saya minta tolong seorang pemuda asing untuk memotret.

Klik! Klik!

Saya pose cantik di depan sebuah poster Hermione Granger. Sebuh poster yang cukup tersembunyi karena ramainya pengunjung. Saat menemukan momen yang tepat, saya langsung beraksi. Itulah salah satu misi saya jika berada di Inggris! Berpose di sebuah lokasi yang mungkin luput dari perhatian. Kalian sempat cemberut melihat hasil foto saya. Bukan karena wajah saya nongol di sana, tapi karena latar belakang foto itu. Yaa, ada gambar Hermione di belakang saya dan sebuah kalimat inspiratif yang diucapkan Hermione dalam buku The Sorcerer's Stone. Inilah kalimat itu:

'Books! And cleverness! There are more important things: friendship and bravery.'

Friendship and bravery. Dua kata ini menjadi rangsangan terkuat bagi saya saat memutuskan ikut berkompetisi Inggris Gratis. Ketika putus asa menyergap dari segala arah. Kala keragu-raguan menyelimuti hari-hari. Yaa, waktu itulah sahabat hadir tanpa diundang dan mengobarkan kembali semangat untuk menulis. Tanpa sebuah keberanian yang disematkan teman-teman di pundak saya, saya tak akan berada di Inggris bersama kalian.

Ketidaktahuan saya tentang sejarah detil Inggris. Keterasingan saya akan makna bahasanya. Dan kehambaran ide saya untuk menulis. Semuanya sirna sewaktu saya berulang-ulang, berjam-jam, menyetel lagu Here, There, and Everywhere. Lagu syahdu yang dilantunkan The Beatles ini ampuh sebagai pelepas dahaga saya. Dahaga akan sebuah negara yang lagu kebangsaannya berjudul God Save The Queen.

Saya cukuplah berdoa, semoga Sang Maha Kuasa pun meletakkan nama saya di jajaran para penikmat Mister Potato yang akan berangkat ke Inggris pada musim gugur tahun dua ribu empat belas. Dan duduklah di kafe di kawasan Beatles Museum.

Tentu kalian masih ingat, bagaimana mata saya tak berkedip mendengarkan Here, There, Everywhere. Bagaimana saya memanggil pelayan kafe. Bukan untuk memesan teh. Tapi hanya memesan supaya lagu The Beatles kesayangan saya itu diputar tiga kali lagi. Yaa, tiga kali!

Hasrat itulah yang saya pegang erat-erat. Hasrat yang tak saya biarkan meletus seperti balonku-ada-lima. Hasrat yang saya jaga agar tidak membuat hati saya kacau. Seperti cinta pertama, bagaimana mungkin saya melepaskan lagu The Beatles yang pertama kali saya dengar?

Hasrat untuk mendengarkan, menyanyikan, meresapi makna Here, There, and Everywhere. Here in Liverpool. There in Manchester. Everywhere in London.

'Here, making each day of the year...'

Itulah lirik yang saya ucapkan saat kita bersama-sama meniru gaya The Beatles di Abbey Road. Foto yang sangat diidamkan oleh Alex. Tapi saya ngotot mengabadikannya dalam bentuk video juga. Sambil bernyanyi saya mohon untuk disyuting menggunakan kamera. Ketika menonton lagi video ini, saya hanya mampu menitikkan air mata.

Bahkan menuliskan lagi kenangan kita selama di Inggris di kertas ini sudah membuat dada saya sesak. Jika The Beatles begitu fenomenal, saya amatlah emosional.

Saya tak mampu menyamarkan tangis haru tatkala kita hadir di Old Trafford. Kita hadir di sana, bukan hanya mengikuti stadium tour, tapi juga menonton langsung pertandingan. Manchester United vs Chelsea. Pertandingan di malam minggu yang penuh gengsi.

Tak pernah terkira bagaimana Mister Potato menyiapkan kejutan ini. Kita tak diberitahu apa-apa soal pertandingan prestisius itu. Alex pun tidak. Saya ingat benar kejadian ini. Alex yang duduk di sebelahku terisak-isak ceria tatkala menerima tiket pertandingan itu. Kita semua bisa mengerti mengapa Alex bersikap demikian.

Yaa, di dalam bus menuju Manchester, Mister Potato membagikan satu lembar tiket dan satu jersey asli Manchester United. Saya, sebagai penggemar Liverpool, tak kuasa menolak kejutan luar biasa itu. Michael Carrick mencetak gol pertama bagi Manchester United! Kita semua bersorak. Tak peduli apakah pada awalnya kita pendukung Manchester City, Liverpool, Everton, Chelsea, Arsenal, atau Tottenham Hotspurs. Yang jelas dengan mengenakan jersey Manchester United, malam itu kita mengharapkan kemenangan.

Masih ada puluhan kejadian yang bisa saya ceritakan. Namun, saya juga ingin kalian menuliskan kisah itu. Sejenak, bernostalgialah akan kenangan kita Inggris. Intiplah kembali kartupos yang pernah kita beli di Buckingham Palace. Kita membeli kartupos yang sama. Di karam hotel kita saling mencatatkan satu pesan. Memang prakarsa itu datang dari saya. Saya yang selalu ingin agar pengalaman itu hidup. Agar perjalanan itu tetap dekat dengan kita.

Saya yakin, harus ada satu benda yang akan kita simpan. Bukan hanya foto yang mungkin tidak pernah kita cetak. Bukan hanya video yang mungkin lupa kita saksikan. Tapi dengan sebuah kartupos, lengkap dengan tulisan tangan asli. Plus, tanda tangan :)

Yaa, kalian tahu, saya memang seorang maniak kartupos. Puluhan kartupos Inggris menjadi koleksi saya, hingga kini. Termasuk satu kartupos yang penuh coretan. Coretan yang terbentuk akibat tangan saya bergetar hebat kala menghubungi bapak dan ibu melalui Skype. Saya yang sedang singgah di London, dan orang tua saya yang menginap di rumah kakek di sebuah desa kecil di Indonesia.

Koneksi internet super cepat yang disediakan hotel tempat kita tidur telah berhasil membuat saya memamerkan keindahan London kepada keluarga. Sampai sekarang, kalimat dari bapak saya malam itu masih terngiang:

'Terus menulis yaa, Nak. Terus menulis. Terus... Di masa muda, Bapak tidak punya kesempatan sepertimu. Bapak sangat sangat gembira melihatmu bisa menulis, bisa berkeliling dunia. Teruskan...'

Belum usai rasa trenyuh yang menerjang bagai badai, menyusulah serentetan kata-kata dari ibu saya yang diucapkan dengan tersendat-sendat.

'Ibu senang... Ibu juga ingin, tapi raga ibu mungkin tak cukup kuat lagi.'

Pernyataan orang tua itu sudah saya dengar sejak saya menuliskan artikel untuk Inggris Gratis. Yang saya dengar sekali lagi saat saya berada bersama kalian di London. Dan kini petuah itu tertuang sempurna di surat ini.

Bijaknya amanat orang tua tertanam kuat dan subur di lubuk hati saya untuk terus maju sampai ke Inggris. Kegemaran akan kartupos memaksa saya begitu dalam untuk mampir di kawasan-kawasan terbaik di Inggris. Sengitnya persaingan di Liga Premier Inggris sukses menyalakan semangat yang sempat padam. Here, There, and Everywhere dari The Beatles menjadi inspirasi yang sungguh berarti dan tak pernah terlepas sampai mimpi benar-benar terpenuhi. Dan mantra-mantra Harry Potter juga berbuah manis. 

Saya ingin menutup surat ini dengan sebuah kalimat dari William Shakespeare:

'This blessed spot, this Earth, this realm, this England.'


Salam rindu untuk ksatria potato 2014,
tertanda
Claire




2 komentar:

mrbedel hoki mengatakan...

asek asek asek.....
keren tulisan nih, jadi pengen buat surat juga jadinya :D

tapi beneran, tulisannya mengalir bagus

sip.... semoga impiannya kesampean ya. amin

Kartika Paramita Klara mengatakan...

Terima kasih apresianya :D Semoga kita ke Inggris bareng yaa, amiiinnn...! Nanti aku jadi Claire, sampeyan jadi Jaguar aja, heheee...