Search something?

Sabtu, 28 Februari 2015

Kilas Balik Yang Terlalu Panjang

Selamat hari Sabtu, tukang pos yang manis.

Aku senang sekali selama tiga puluh hari bisa berkenalan dengan sesama perempuan yang belum ber-tuan ini, eh :)

Jika diteliti, suratku berjumlah dua puluh delapan saja. Ada dua hari di mana aku tidak sempat menulis karena harus pergi kesana kemari. Pada surat yang terakhir kali ini, ijinkan aku untuk menggali kembali kenangan yang muncul dari dua puluh delapan surat. Semoga tak terlalu banyak kata tertuang, sehingga membuat semangatmu hilang.

Aku selalu mengirim surat untuk pribadi-pribadi yang berbeda. Kebanyakan untuk seseorang atau dua-tiga-empat orang yang pasti. Sebagian kecil untuk semua orang. Suratku hampir tak pernah tertuju untuk sesosok pria yang sedang aku cintai. Memang, aku belum menemukannya.

Ah kangpos, engkau tahu itu :)



Surat untuk keluarga besar Buku Untuk Papua ini sebenarnya satu rangkaian dengan surat Endro Cahyo Nugroho sang Mr. Spice Journey. Merekalah yang mengajarkan bahwa makna voluntourism dan dahsyatnya produk asli Indonesia. Sudah lama sekali aku ingin membuat kisah tentang mereka, dan baru sekarang terjadi. Lega rasanya bisa menggenapi janji.

Begitu juga dengan kisah Alex Komang yang sejak lama ingin ku tulis. Ini terwujud dengan sepucuk surat untuk keluarga, kerabat dan penggemar Alex Komang. Aku tahu, tak banyak yang tersentuh membaca surat itu. Tapi aku yakin, jauh lebih banyak orang yang tersentuh dengan kehidupan Alex Komang. Dan aku salah satunya.

Aku menerka-nerka, pasti kangpos pun pernah tersentuh dengan sesesorang dan memendamnya sekian lama, hingga akhirnya orang itu pergi dan tak kembali. Tak perlu menyesal. Sampaikan lewat lagu.

Baiklah, mari lanjutkan :)

Ada dua surat universal yang aku tulis. Pertama untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab. Tanggung jawab itu selalu manis, subur, dan nikmat. Benar kan, kang pos? Kedua, untuk mereka yang bermimpi mendapat beasiswa, tapi tidak pernah terbesit tentang beasiswa Taiwan. Sungguh, Taiwan ini aman, nyaman, dan mengesankan.

Mungkin, kangpos pun belum pernah memikirkan Taiwan :)

Melalui program 30 Hari Menulis Surat Cinta 2015 ini aku bisa mengungkap kisah cinta yang sudah berlalu. Kisah yang bagi sebagian orang adalah sebuah kejutan. Mereka tak pernah siapa kekasihku yang dulu. Padahal aku tak pernah menutup-nutupinya. Memang aku tak suka mengobral cerita. Tapi aku selalu jujur saat ditanya.

Yosua, kekasihku kedua. Ini terjadi di kala aku kuliah sarjana. Aku selalu bersyukur karena bisa menjalin relasi baik, walau kami adalah mantan kekasih. Mungkin tak banyak yang seperti kami. Yosua terharu saat membaca surat itu. Hahaha.

Lalu ada Mas Hahan, kekasih pertama dan cinta pertama. Tak terlupa walau sudah lama tak berjumpa. Surat ini mungkin tak kan dibaca oleh sang empunya, sebab aku tak tahu bagaimana harus memberitahukannya. Tapi, menurutku itu salah satu surat paling bermakna yang aku tulis. Ada pelajaran berarti di sana. Bahkan, kau pun menyukai kalimat ini: 'Affection is not perfection, but a continuous compassion.' Kata-kata yang muncul dengan sendirinya. Aku tak bisa menerjemahkan kata 'compassion' dengan gamblang. Memang begitulah, cinta bukanlah kesempurnaan, tapi ia adalah kesadaran dan kekuatan yang terus menerus.


Kalau kisah kasih klasik kangpos bagaimana, ya? Eh... 

Selain surat untuk Mas Hahan, ada lima surat lagi yang mungkin tak terbaca karena aku tak bisa memberi tahu mereka. Surat untuk seorang gembala bernama Ignatius, yaitu beliau yang dengan tulus menyalurkan berkat kudus Allah untuk orang tua dan keluargaku, lima tahun yang lampau. Hatinya sangat halus, dan semoga sekarang pun demikian.

Harapan tulus aku sampaikan kepada para juri "Proudly Small" supaya aku terpilih sebagai salah satu peserta pada sebuah acara yang mereka selenggarakan. Walau kesempatanku sangat kecil, mungkin terkecil di antara yang paling kecil, tapi setitik asa masih terjaga.

Seperti kangpos menjaga cinta untuk seseorang di sana, di masa depan :)

Lalu, ada surat untuk Mbak Hoyi. Tetanggaku yang lagi-lagi menghilang tanpa jejak, tanpa kabar berita. Aku tak ingin dia datang dalam keadaan yang lebih kurus, lebih tak terurus. Keluarganya tak memberi perhatian dan justru menjadikannya bulan-bulanan. Ah, dia yang hanya bisa ku sentuh lewat doa.

Lewat doa pula aku menyampaikan cita rasa karsa kepada dewa mak comblang. The God of Matchmaker. Nah, beberapa waktu lalu aku baru tahu kalau seseorang berdoa kepada dewa mak-comblang, maka ia harus menuliskan alamat rumahnya di secarik kertas. Katanya, dewa akan membaca dan mengirimkan belahan jiwa sesuai dengan alamat yang tertera. Wah, tampaknya aku harus merevisi dan menambahkan alamat :)

Bagaimana, kangpos tertarik menulis alamat kepada dewa mak comblang? :)

Surat kelima yang mungkin tak terbaca adalah surat untuk Westlife. Aku menulis sambil menangis. Westlife terlalu dan selalu manis. Ah, Nicholas, Markus, Kian, Shane. Album solo dari Shane, Kian, dan Markus cukup menghibur, tapi tak benar-benar mengganti Westlife. Mungkin jika Nicholas mengeluarkan album, maka bisa melengkapi.

Oiya, ada semacam surat cinta yang aku kirim. Untuk Erlangga. Surat spesial. Yang akhirnya dibaca oleh si dia. Dibaca pada hari ini, dua puluh delapan Februari. Dilanjutkan dengan serangkaian percakapan yang menghangatkan. Dan inilah ungkapannya setelah membaca: "Thank you. You are in my heart." Manis yaa? Serasa kalbuku melompat :)

Aku percaya, kangpos pun adalah queen of someone's heart :)



Sekarang, membahas surat-surat yang terbaca. Yuk!

Pada surat untuk ibu dan ayah, aku menceritakan pengalaman selama tinggal bersama kakak sepupu di Hong Kong yang super ramai. Surat yang membuat mereka makin ingin pergi ke Taiwan, Hong Kong, Macau, dan Shenzhen. Surat yang melecut semangatku untuk gemar menabung supaya mereka bisa berlibur tanpa bingung.

Menjalani hidup di Taiwan, sesuatu yang juga tak pernah ku kira. Begitu pula, aku tak pernah mengira akan mempunyai seorang guru yang menginspirasi. Hu Yunfeng namanya. Hu laoshi, demikian aku memanggilnya. Setelah membaca suratku untuknya, dia merasa tersentuh dan terus berjuang menjadi guru yang baik. Guru yang menggembalakan domba-dombanya menuju padang rumput hijau dan air yang tenang.

Di Taiwan ini pula, aku mengenal tiga teman yang menjadi pribadi untuk berbagi cerita. Mereka adalah Mindia, Lusi, dan Anthony. Kami pernah bekerja sama mencipta suatu organisasi resmi, namanya PPI NTOU. Perhimpunan Pelajar Indonesia di National Taiwan Ocean University. Bahkan, aku menggambar logo PPI NTOU. Kecil, tapi berarti bagiku.



Aku menulis surat untuk mereka bertiga. Tapi kami belum sempat berbagi tentang rasa yang timbul setelah membacanya. Semoga segera. Dan ada satu surat istimewa untuk Mindia. Dia adalah teman sekamarku selama tiga semester terakhir. Sekarang semester empat, semester terakhir bagi kami berdua untuk hidup di bawah satu atap kamar asrama.

Persahabatan memang istimewa ya, kangpos? :)

Selain itu semua, ada surat untuk Brigita. Seorang kawan lama yang tanpa sengaja aku jumpai di Hong Kong. Kami dulu tidak dekat, kini dibuat menjadi lebih akrab karena sejenak tatap muka di negara manca. Dia terharu dan berkaca-kaca membacanya. Tak pernah menyangka bahwa aku masih mengingatnya. Ah, dia. Memang begitu banyaknya kejutan tak terkira dalam hidup ini.

Surat itu mirip dengan surat untuk Eqy, pria yang sudah bertahun-tahun merantau ke Jakarta. Sama dengan Brigita, dia pun teman lamaku. Teman yang hampir tak teringat. Bahkan, sekali aku pernah melupakan janji bertemu dengannya dan membuat kecewa sekian lama. Ah, aku si pelupa.

Tapi, kangpos, lupa bisa memberi pelajaran berarti. Iya, kan?

Tentang lupa, ada seorang kawan yang tak mau dilupakan. Clareta namanya. Dengan memaksa, dia memintaku menulis surat khusus untuknya. Aku pun menyanggupinya. Dia mengharu biru sesudah membacanya. Betapa senangnya dia mempunyai kawan membagi perhatian dan pengertian. Ah, aku jadi tersentuh mendengar pengakuannya. Begitu pula dengan kesan Manik Uni saat ia membaca suratku untuknya. Lagu dan gambar yang aku sertakan pada surat itu sungguh berarti baginya. Sebab, itulah lagu dan gambar favoritnya. Ya, kami adalah para pengalana sederhana yang berbahagia.

Berbicara soal bahagia yang ternyata sederhana, aku memberikan sebuah surat balasan untuk ibu guru Rizky Nawang. Dan dia pun membalasnya lagi untukku. Aku ingin menaymbut ajakannya, tapi belum sempat ku tuliskan itu. Ternyata, bahagia ya mendapat surat dan mendapat kawan. Sesederhana itu. Semoga ada kesempatan untuk bertatap muka dan berjabat tangan.

Surat terakhir ini terlalu panjang ya, kangpos?

Bahkan, ini lebih panjang daripada suratku untuk dua manusia pilihan Allah. Aloysius dan Heribertus namanya. Dua manusia yang terpaksa tertawa dan tertegun saat membacanya. Bagiku, itu semacam surat reuni yang menghimpun lagi memori-memori. Memori yang membuat hidup berseri-seri.


Bagaimanapun, maafkan ya, kangpos. Aku tak bisa menyingkat surat ini. Mungkin karena hasratku begitu membara dalam tulis menulis dan berefleksi. Harus ku akhiri sampai di sini saja. Semoga pertengahan tahun ini aku bisa membawakan sesosok bebek kuning mungil untuk engkau, tukang pos nan jelita :)


Salam damai,
Kartika Paramita Klara


2 komentar:

Unknown mengatakan...

MBAAK TIKAAAA! >.<


aaaakkk! iya, panjang. tapi membaca suratmu itu tak pernah membuatku bosan. seperti yang selalu aku bilang sebelumnya, membaca suratmu itu seperti dibawa ke bagian dunia lain yang asing buatku sendiri.

mbak Tika tahu? apa yang membuatku takjub akanmu? ialah ingatan yang begitu rapih kau simpan, dan beruntung sekali mereka, dapat kau abadikan dalam tulisan. :">

mbak, tetaplah menulis ya. aku harap, meskipun program menulis ini sudah selesai, pertemanan kita tak kan berakhir juga. pokoknya aku tunggu tengah tahun ini yak, semoga kita bisa bertemu dan berbicara banyak. :")

terima kasih untuk banyak hal yang tak aku ketahui sebelumnya, terima kasih sudah mengabadikan ingatan dalam tulisan yang indah. terima kasih untuk 30 hari ini ya, mbak. maafkan iit kalau ada salah ucap ataupun sikap yang menyinggung mbak Tika.

semoga kita lekas bertemu, mbak!
sampai jumpa! :"D

Kartika Paramita Klara mengatakan...

Akhirnya aku punya keberanian untuk membalas tulisan manis dari tukang pos nan jelita. Tulisan yang membuatku cukup besar kepala dan besar jiwa :)

Terima kasih untuk perhatian, pujian, dan saran. Semuanya sudah ku simpan rapi di hati.

Pasti, semoga kita bisa segera ketemu. Bincang-bincang cantik dan foto bareng (pakai baju bebek kuning?). Heheee.

Kebaikan dan kesetiaan mengiringi kita semua.